Artikel
ISLAM, KEARIFAN LOKAL, DAN KONTEKSTUALISASI PENDIDIKAN: Kelenturan, Signifikansi, dan Implikasi Edukatifnya
Secara normatif Islam terus eksis karena kelenturan syariatnya yang mampu merespon perkembangan sosial. Gagasan tentang kelenturan syariat Islam telah disuarakan banyak pemikir Muslim kontemporer. Di antaranya adalah Jama>l al-Banna> yang menetapkan kebiasaan (‘urf atau a>dah) sebagai dasar keempat syariat. Kebiasaan dimaknai sebagai apa yang melekat dalam ingatan kolektif masyarakat, dinilai baik oleh akal budi, diterima oleh naluri manusia, dan berkaitan dengan pola kehidupannya. Kebiasaan yang diakui berguna untuk menguatkan kohesi sosial dan mengurai masalah bersama disebut kearifan lokal. Kedudukan penting kebiasaan tercermin dalam salah satu kaidah hukum Islam yang populer, al-Ādah Muh}akkamah (kebiasaan adalah dasar penetapan hukum). Oleh sebab itu, para ahli fikih menerima kebiasaan dengan segala kebebasannya selama tidak bertentangan dengan teks. Dengan demikian, relasi teks dengan realitas, termasuk di dalamnya kebiasaan, bersifat dialogis-dialektis. Semenjak awal, proses Islamisasi memang menunjukkan apresiasi yang tinggi terhadap kearifan tradisi/budaya lokal. Uka Tjandrasasmita menilai akulturasi kebudayaan di Nusantara dapat dilihat pada proses Islamisasinya, seperti dijalankan para Wali Songo. Pola dakwah Wali Songo ternyata diejawantahkan ulang melalui sistem pendidikan di banyak pesantren, antara lain Pesantren Tegalrejo yang memilih untuk menggunakan kebudayaan lokal berupa kesenian populer Jawa untuk merangkul kaum abangan.
Tah 20160341 | J 001.4/2 Tah | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain