Skripsi
Analisis hukum Islam terhadap sebab-sebab janda suku osing tidak mendapatkan waris di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi
Penelitian ini bersifat lapangan (field research) yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sebab-sebab Janda Suku Osing Tidak Mendapatkan Waris di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi” untuk menjawab pertanyaan, pertama, bagaimana sebab-sebab janda suku osing tidak mendapatkan waris di desa Kemiren, kecamatan Glagah, kabupaten Banyuwangi. Kedua, bagaimana analisis hukum Islam terhadap sebab-sebab janda suku osing tidak mendapatkan waris di desa Kemiren, kecamatan Glagah, kabupaten Banyuwangi. rnUntuk menjawab pertanyaan di atas, penulis melakukan penelitian lapangan. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik wawancara dengan tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat osing di desa Kemiren kecamatan glagah kabupaten Banyuwangi, kemudian teknik dokumentasi dan teknik komunal literal. Data yang telah terkumpul, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pola berpikir deduktif. rnHasil penelitian menyimpulkan bahwa janda dalam suku Osing tidak mendapatkan harta waris dari suaminya yang meninggal dunia, hal ini disebabkan karena 3 (tiga) faktor, yaitu: pertama: usia perkawinan, yaitu suami istri sudah menikah secara sah kemudian berpisah atau cerai dalam waktu yang relative singkat, kedua: hubungan suami istri, yaitu suami dan istri belum melakukan hubungan suami istri (Jima>’) ketika suaminya meninggal dunia dan ketiga: keturunan, alasan ketiga faktor tersebut adalah rumah tangga antara suami istri dianggap oleh masyarakat Osing dalam kategori rumah tangga yang belum utuh. Dalam proses pembagiannya jika suami meninggalkan anak maka harta peninggalan suami beralih kepada anak-anaknya dan janda tidak mendapatkan harta waris sedikitpun dari harta suami, akan tetapi anak-anaknyalah yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya kehidupan janda. Jika suami tidak meninggalkan anak maka janda tersebut mendapatkan harta yang besarnya ditentukan oleh jalur pancer (keluarga suami), harta tersebut untuk bekal janda dalam kehidupan selanjutnya.rnPada dasarnya, apa yang telah mengakar dan menjadi adat bagi masyarakat Osing tentang pembagian waris janda dan janda tidak mendapatkan harta waris ini bertentangan dengan hukum Islam atau juga bisa disebut sebagai ‘Urf F>a>sid, walaupn demikian jika para pihak telah sepakat dengan bagian masing-masing maka ini dibenarkan menurut hukum Islam, sebagaimana bunyi pasal 183 KHI “para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”, tentu sebelumnya para pihak harus mengetahui bagian-bagian yang telah ditentukan dalam hukum Islm.rnSejalan dengan kesimpulan di atas, bagi para tokoh masyarakat dan tokoh agama diharapkan mensosialisasikan pengetahuan tentang hukum waris Islam, sehingga masyarakat suku Osing mengetahui dan memahami cara pembagian waris secara Islam.rn
S-2014/AS/095 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain