Skripsi
Studi analisis terhadap putusan PA Surabaya NOMOR:3862/Pdt.G/2010/PA.Sby
Kepastian hukum dari suatu akad perwakafan adalah suatu peniscayaan sebagai jaminan bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukum perwakafan. Diantara wujud kepastian hukum itu adalah adanya bukti pencatatan (bukti tertulis) dalam sebuah akta n surat al-Baqarah ayat 282, secara umum ditegaskan bahwa untuk menjamin kepastian hukum suatu akad (transaksi) muamalah harus dilakukan pencatatan yang posisinya lebih didahulukan daripada kesaksian. Dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 3 dijelas kan bahwa Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan untuk menjawab bagaimana kesesuaian Pembatalan Ikrar Wakaf Putusan Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby dalam Hukum Islam? rnData penelitian dihimpun melalui dokumen yang berupa salinan putusan Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby dan wawancara secara langsung dengan hakim yang mengadili perkara tersebut serta literatur pendukung yang relevan terhadap permasalahan yang rnpenulis angkat dan Selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. rnAdapun hasil penelitian penulis menunjukan bahwa dalam putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby, Majlis Hakim mempunyai pertimbangan, Pertama, nadzir dalam pembuatan dan memproses Akta Ikrar Wakaf menggunakan dari salah satu ahli warisnya. Kedua, nadzir dalam mengelola benda wakaf telah mengalihkan peruntukan atau manfaatannya. Ketiga, rnNadzir dalam memproses akta ikrar wakaf tersebut, tidak melakukan rndi Pengadilan Agama. Di tinjau dari Hukum Islam Keputusan Pengadilan Agama Surabaya dalam memutus sengketa wakaf yang berakibat dibatalkan Akta Ikrar Wakaf Nomor: rnBA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 dan Ikrar Wakaf tanggal 17 Maret 2009 dan Surat Pengesahan Nadir Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 yang dibuat Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambaksari, sangat relevan (sesuai) dengan rnHukum Islam. Meskipun pada dasarnya dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim kurang memperhatikan ketentuan hukum acara umum yang berlaku dan diterapkan selama ini. Pertimbangan hakim yang berupa permohonan (volunteir) Isbat wakaf, belum memiliki dasar yuridis yang jelas dan pasti, kecuali berbentuk penafsiran, hal rntersebut tidak sesuai dengan hukum acara, karena kewenangan absolute pengadilan agama tentang sengketa wakaf hanya ada gugatan (contentiuse). Jadi, menurut penulis harus ada aturan baru yang mengatur kewenangan kompetensi absolut Pengadilan Agama mengenai Isbat Wakaf. Hasil keputusan tersebut merupakan langkah maju dalam rnrangka memberi kepastian hukum untuk wakaf yang belum di kukuhkan dalam suatu akta otentik dan jaminan agar tidak dilakukan penyelewengan atau penyerobotan tanpa hak. rnDengan demikian, diperlukan suatu pemahaman hukum yang tepat dan benar untuk merumuskan landasan yuridis formil perkara itsbat wakaf agar tercipta kesamaan persepsi, baik dalam teori maupun aplikasinya, terutama bagi praktisi hukum di pengadilan agama.
S-2013/AS/073 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain